Minggu, 27 Oktober 2013

TALASEMIA


 

THALASEMIA



 1. A. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ).
Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )
B. Proses Patologi
Hemoglobin pasca kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alfa dan beta polipeptide. Dalam beta thalasemia, ada penurunan sebagian atau keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta, Konsekuensi adanya peningkatan compensatory dalam proses pensintesisan rantai alfa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptida yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mubah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam jmlah yang banyak, atau setidaknya sumsum tulang ditekan dengan proses trannfusi. Kelebihan Fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif disimpan dalam berbagai organ ( hemosiderosis )
1. D. Manifestasi Klinis
  • Letargi
  • Pucat
  • Kelemahan
  • Anorexia
  • Diare
  • Sesak nafas
  • Pembesaran limfa dan hepar
  • Ikterik ringan
  • Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki.
  • Penebalan tulang kranial
  1. E. Pemeriksaan penunjang
  • Pemeriksaan laboratorium darah     :
- Hb                           :
Kadar Hb 3 –  9 g%
- Pewarnaan SDM    :
Anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat,target cell, tear drop cell.
  • Gambaran sumsum tulang
eritripoesis hiperaktif
  • Elektroforesis Hb    :
-         Thalasemia alfa : ditemukan Hb Bart’s dan Hb H
-         Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 – 90 % ( N : <= 1 % )
  1. F. Fokus pengkajian
    1. Pengkajian fisik
      1. melakukan pemeriksaan fisik
      2. kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia (pucat, lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada, menurunnya aktivitas, anorexia, epistaksis berlang )
      3. Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.
  1. Pengkajian umum
    1. Pertumbuhan yang terhambat
    2. Anemia kronik
    3. Kematangan sexual yang tertunda.
  1. Krisis vaso Occlusive
    1. Sakit yang dirasakan
    2. Gejala yang dirasakan berkaitan denganischemia daerah yang berhubungan:
- Ekstrimitas           : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen : terasa sakit
- Cerebrum            : troke, gangguan penglihatan.
- Liver     : obstruksi, jaundice, koma hepaticum.
- Ginjal    : hematuria
  1. Efek dari krisis vaso occlusive adalah:
  • Cor                  : cardiomegali, murmur sistolik.
  • Paru – paru      : ganguan fungsi paru, mudah terinfeksi.
  • Ginjal               : Ketidakmampuan memecah senyawa urine,  gagal ginjal.
  • Genital              : terasa sakit, tegang.
  • Liver                : hepatomegali, sirosis.
  • Mata                :Ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menimbulkan kebutaan.
  • Ekstrimitas  : Perubahan tulang – tulang terutama menyebabkan bungkuk, mudah terjangkit virus Salmonella, Osteomyelitis.

G. Diagnosa Keperawatan:
  1. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen selular yang penting untuk menghantakan oksigen murni ke sel.
  2. Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplay oksigen.
  3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang selera makan.
  4. Koping keluarga inefektif b.d dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga.
  1. H. Fokus intervensi
    1. Tingkatkan oksigenasi jaringan, pantau adanya tanda – tanda hipoksia, sianosis, hiperventilasi, peningkatan denyut apex, frekwensi nafas dan tekanan darah.
    2. Berikan periode istirahat yang sering untuk mengurangi pemakaian oksigen.
    3. Pantau peggunaan produk darah, kaji tanda reaksi transfusi ( demam, gelisah, disritmia jantung, menggigil, mual, muntah, nyeri dada, urine merah / hitam, sakit kepala, nyeri pinggang, tanda – tanda shock / gagal ginjal ).
    4. Pantau adanya tanda – tanda kelebihan cairan sirkulasi ( duispnea, naiknya frekwensi pernafasan, sianosis, nyeri dada, batuk kering )
    5. Minimalkan atau hilangkan nyeri.
    6. Cegah infeksi, kaji tanda infeksi, demam, malaise, jaringan lunak dan limfonodus meradang / bengkak.
    7. Pantau tanda komplikasi : Kolaps vaskuler dan shock, splenomegali, infark tulang dan persendian, ulkus tungkai, stroke, kebutaan, nyeri dada, dispnea, pertumbuhan dan perkembagan yang tertunda.
    8. Berikan penjelasan kepada anak sesuai usia dan tentang prosedur perawatan di rumah sakit.
    9. Beri dukungan kepada anak dan keluarga.
10.  Anjurkan anggota keluarga melakukan screening BBL dan anggota keluarga.

Daftar Pustaka
Doenges, Moorhouse, Geissler, Rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pesien. EGC Jakarta;2000

LEUKIMIA

1.1   Pengertian
(1)   Leukemia adalah proliferasi patologin dari sel pembuat darah  yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir dengan fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuatan sel darah yaitu pada sum-sum tulang (Ngastiyah, 1997 : 381)
(2)   Leukemia : proliferlasi sel darah putih yang masih teratur dalam jaringan pembentuk darah (Suriadi, 2001 : 175)
1.2   Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
(1)   Faktor genetik
(2)   Radiasi
(3)   Obat-obat imunosupresif, obat-obata karsinogenik
(4)   Faktor heredifer
(5)   Kelainan kromososm
1.3   Patofisiologi
Adanya proliferasi sel kanker sehingga sel kanker bersaing dengan sel normal untuk mendapatkan nutrisi dengan cara infiltrasi sel normal digantikan dengan sel kanker. Dengan adanya sel kanker akan terjadi depresi sumsum tulang yang akan mempengaruhi eritrosit, leukosit, faktor pembekuan dan jaringan meningkat karena adanya depresi dari sumsum tulang maka produksi eritrosit menurun dan terjadi anemia, produksi leukosit juga menurun sehingga sistem retikoloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi yang manifestasinya berupa demam. Faktor pembekuan juga mengalami penurunan sehingga terjadi perdarahan yang akan menimbulkan trombositopenia. Dengan adanya pergantian sel normal oleh sel kanker terjadi infiltrasi ekstra medular sehingga terjadi pembesaran limpa, lifer, nodus limfe dan tulang sehingga bisa menimbulkan nyeri tulang dan persendian. Hal tersebut juga akan mempengaruhi SSP (sistem saraf pusat) yakni adanya infiltrasi SSP sehingga timbullah meningitis leukemia, hal tersebut juga akan mempengaruhi metabolisme sehingga sel akan kekurangan makanan
Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut : 

















































1.4   Klasifikasi
Berdasarkan morfologi sel terdapat 5 golongan besar leukemia sesuai dengan lima macam sistem dalam sumsum tulang yaitu :
1.      Leukemia sistem eritropoitik : mielosis, eritremika.
2.      Leukemia sistem granulopoitik : leukemia granulosit.
3.      Leukemia sistem trombopoitik : leukemia megakarlosit.
4.      Leukemia sistem limfopoitik : leukemia megakarlosit.
5.      Leukemia RES : retikulo endoteliosis / retikolosis.
1.4.1   LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT
1.      Penyebab
LLA lebih sering dijumpai pada anak usia 3-5 tahun, dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan. 
Sampai sekarang  penyebabnya belum diketahui, diduga karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang berperan :
1.1  Faktor eksogen    :  sinar X, sinar radio aktif, hormon, bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri)
1.2  Faktor endogen   :  ras (orang Yahudi mudah menderita LLA), faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (sindrom down), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kembar satu telur)
2.      Gejala Klinis
2.1   Gejala khas : pucat, panas, perdarahan, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati.
2.2   Gejala tidak khas : sakit sendi / sakit tulang.
2.3   Gejala lain : lesi purpura pada kulit.
3.      Pemeriksaan Laboratorium
3.1   Darah tepi               :  Adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton terdapat sel blast, yang merupakan gejala patogonomik untuk leukemia
3.2   Sum-sum tulang     :  Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (apabila sekunder). (Ilmu Kesehatan Anak :145)
4.      Pemeriksaan lain
4.1   Biopsi limpa
4.2   Kimia darah
4.3   Cairan cerebrospinal
4.4   Sitogenik
5.      Pengobatan
5.1   Transfusi darah bila Hb kurang dari 6 g/dl
5.2   Kortikosteroid
5.3   Sistostatika
5.4   Imunoterapi
5.5   Infeksi sekunder dihindarkan (isolasi)
1.4.2   LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK (LLK)
1.      Insiden
Lebih sering pada laki-laki  dan ditemukan pada umur kurang dari 40 tahun.            Pada usia 60 tahun ke atas insiden tinggi.
2.      Gejala klinis
Limfodenopati, splenomegali, hepatomegali, anemia hemolitik, trombositopenia.
3.      Pemeriksaan Lab
3.1  Darah tepi : limfositosis 50.000/mm.
3.2  Sum-sum tulang : adanya infiltrasi merata.
4.      Pengobatan
Clorambucil dan kortikosteroid.
1.4.3   LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT (LMA)
1.      Insiden
Lebih sering ditemukan pada usia dewasa (85 persen) daripada anak-anak (15 per sen) dan lebih sering pada laki-laki.
2.      Gejala klinis
Rasa lelah, pucat, nafsu makan menuurn, nyeri tulang, pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar mediastrium, anemia ptekie, perdarahan, infeksi.
1.4.4   LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK (LGK)
1.      Pengertian
Suatu penyakit mielopoliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan dari sel granulosit yang relatif matang.
2.      Gejala Klinis
Rasa lelah, penurunan berat badan, rasa penuh di perut, splenomegali.
3.      Pemeriksaan Lab
3.1   Leukosit lebih dari 50.000/mm
3.2   Trombositopenia
3.3   Kadar fosfatose alkali leukosit rendah
3.4   Kenaikan kadar vitamin B16 dalam darah
3.5   Sumsum tulang : hiper seluler dengan peningkatan jumlah megalicitiosil dan aktivitas granulopolsis.
1.5   Manifestasi Klinik
Pilek, pucat, lesu, mudah terstimulasi, demam, anoreksia, BB menurun, ptechiae, nyeri tulang dan persendian, nyeri abdomen, limfadenopati, hepatoslenomegali.
1.6   Pemeriksaan Diagnostik
(1)   Pemeriksaan darah tepi
Berdasarkan pada kelainan sumsum tulang gejala yang terlihat pada darah tepi berupa adanya ponsitopenia, limfositosis yang menyebabkan darah tepi monoton dan terdapat sel blast.
(2)   Kimia darah
Asam urat meningkat hipogamaglobinemia
(3)   Sumsum tulang
(4)   Biopsi limpa
Memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfe yang terdesa seperti : limfosit normal, RES.
(5)   Cairan serebrospinalis
Terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein
(6)   Sitogenik
Menunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Phi)
1.7   Penatalaksanaan
(1)   Medik
(1)   Tranfusi darah
Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 gram %
(2)   Kartikosteroid
(3)   Sitostatika
Diberikan metotreksat atau MTX 2 minggu / kg BB secara intrafekal 3x seminggu 6-Merkaptopurin atau 6-MP setiap hari dengan dosis 65 mg/m2 luas permukaan badan.
(4)   Infeksi sekunder dihindarkan
(5)   Imunoterapi
(2)   Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umunya sama dengan pasien lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang menggembirakan (sama sepeti kanker lainnya) maka pendekatan psikososial harus diutamakan. Yang perlu diusahakan ialah ruangan yang aseptik dan cara bekerja yang aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika mengetahui anaknya.
2.   KONSEP DASAR ASKEP
2.1  Pengertian
1)      Biodata
Terutama menyerang usia 3-4 tahun.
2)      Riwayat penyakit
(1)   Keluhan utama
Pucat, panas
(2)   RPS
Pucat mendadak disertai panas dan perdarahan.
(3)   RPD
-    Antenatal   :  ibu menderita leukemia
-    Natal          :   -
-    Post natal   :   -
3)      Activity Daily Life 
(1)   Nutrisi
Nafsu makan hilang, penurunan BB
(2)   Eliminiasi
Terjadi konstipasi dan diare
(3)   Istirahat
Sering tidur
(4)   Aktivitas
Lemas, lelah, nyeri sendi
(5)   Personal hygiene
Terganggu
2.2  Pemeriksaan
1)      Umum
(1)   Kesadaran        :  composmentis sampai koma
(2)   Tekanan darah :  hipotensi
(3)   Nadi                 :  takikardi dan filiformis
(4)   Suhu                 :  demam sampai dengan hiperpireksia
(5)   Pernafasan        :  takipnea sesak nafas
2)      Fisik
(1)   Kepala
-    Wajah            :  pucat
-    Mata              : conjungtiva pucat, perdarahan retina, pupil odema
-    Hidung          : epitaksis
-    Mulut            : gusi berdarah, bibir pucat, hipertropi gusi, stomatitis
-    Leher             : pembesaran kelenjar gejah bening, faringitis
-    Dada             : nyeri tekan pada tulang dada, terdapat efusi pleura
-    Abdomen      :  hepatomegali, spenomefali, limfodenopati
-    Skeletal         :  nyeri tulang dan sendi
-    Integumen     :  purpura, ekimosis, ptekie, mudah memar
3)      Penunjang
(1)   Pemeriksaan darah tepi
Berdasarkan pada kelainan sumsum tulang gejala yang terlihat pada darah tepi berupa adanya ponsitopenia, limfositosis yang menyebabkan darah tepi monoton dan terdapat sel blast.
(2)   Kimia darah
Kolesterol mungkin rendah, Asam urat meningkat, hipogamaglobinemia
(3)   Pemeriksaan Sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesa (aplasia sekunder)
(4)   Biopsi limpa
Memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfe yang terdesa.
(5)   Cairan serebrospinalis
Terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein
(6)   Sitogenik
Menunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Phi)
2.3  Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1)      Resiko infeksi sehubungan dengan ketidakefektifan sistem imun
2)      Intoleran aktivitas sehubungan dengan gangguan transpor oksigen skunder terhadap berkurangnya jumlah sel darah merah.
3)      Resiko injury sehubungan dengan ketidakadekuatan faktor pembeku (platelet).
4)      Kecemasan sehubungan dengan ketidakadekuatan  dengan diagnosa baru dan rencana perawatan.
2.4  Rencana Keperawatan
1)      Diagnosa 1
Tujuan : mencegah terjadinya infeksi
(1)   Kriteria hasil
·         Menunjukkan tidak ada tanda-tanda  infeksi.
·         Suhu 365o – 374oC
·         Kultur darah (-)
·         Tidak ada tanda infeksi dalam pemeriksaan fisik.
(2)   Intervensi
·         Monitor TTV tiap 4 jam, jangan memakai termometer rectal.
R/ deteksi dini terhadap infeksi dan menjaga keadaan mukos rectal.
·         Cegah konstipasi da prosedur invasi jaringan, melakukan injeksi IM, SC, IV.
R/ mencegah perdarahan.
·         Ambil darah melalui ibu jari tidak dengan jarum suntik.
R/ mencegah perdarahan.
·         Inspeksi kulit setiap hari pada daerah yang rusak.
R/ kulit yang sempurna sebagai pertahanan pertama melawan serangan organisme.
·         Inspeksi rongga mulut apakah ada candida dan kerusakan pada lapisan mukosa oral.
R/ kesehatan  mukosa oral adalah sebagai pertahanan melawan serangan organisme.
·         Instruksi keluarga tentang tanda infeksi dan langkah yang diambil jika ada dugaan infeksi.
R/ keluarga kooperatif dan mampu melakukan tindakan terhadap pencegahan infeksi.
·         Beri semangat  untuk hggiene oral.
R/ kebersihan oral yang buruk merupakan medium utama untuk pertumbuhan organisme.
2)      Diagnosa  2
Tujuan : Aktifitas anak menjadi meningkat
(1)   Kriteria hasil
·         HR, keseimbangan cairan sesuai unsur
·         Keluarga atau anak mengerti tanda-tanda anemia dan penyebab
·         Membentuk ADL yang tepat tanpa bantuan
(2)   Intervensi
·         Kaji HAR dan urine tiap 4 jam
R/ memonitor transpor oksigen dalam toleransi kegiatan.
·         Diskusikan dengan orang tua / anak tanda anemia dan tindakan pilihan.
R/ orang tua kooperatif dan mampu melakukan tindakan pilihan.
·         Berikan transfusi RBC
R/ menormalkan jumlah sel darah merah dan kapasitas oksigen.
·         Susunlah periode istirahat
R/ memberikan energi untuk penyembuhan dan regenerasi sel.
3)      Diagnosa 3
Tujuan : Mencegah injury yang berkelanjutan
(1)   Kriteria hasil
·         Menunjukkan tidak ada tanda-tanda perdarahan dalam prosedur RS.
·         Mempunyai pergerakan perubahan sehari.
·         Bebas injury dan lingkungan yang bebas.
·         Orang tua / anak secara verbal mengenal tindakan yang diperlukan ketika jumlah platelet turun.
(2)   Intervensi
·         Monitor jumlah platelet.
R/ mencegah terjadinya perdarahan.
·         Inspeksi faeces, gusi, emesis, sputum, sekret nasal.
R/ mengetahui adanya persarahan sebagai tanda-tanda tromvositopenia.
·         Minimalkan / hindari prosedur invasi.
R/ mengurangi kerusakan integritas mulut yang memungkinkan terjadinya  infeksi.
·         Cegah konstipasi
R/ mencegah kerusakan mukosa anus sehingga mengurangi resiko infeksi.
·         Sediakan lingkungan yang aman
R/ lingkungan yang aman akan menurunkan resiko spontan perdarahan bila anak mengalami trombositopenia.
·         Instruksikan pada klien untuk memodifikasi kegiatan yang tepat untuk meminimalkan resiko trauma.
R/ diagnosa keperawatan tidak bosan dan terhindar dari injury.
4)      Diagnosa Keperawatan 5
Tujuan : Mengurangi terjadinya kecemasan
(1)   Kriteria hasil
·         Orang tua mengungkapkan secara verbal tentang diagnosa
·         Orang tua ikut serta dalam rencana pelaksanaan.
·         Orang tua memikirkan spesifik untuk pelaksanaan perawatan.
(2)   Intervensi
·         Buatkan orang tua diagnosa dan tindakan dengan teratur.
R/ orang tua mengerti dan kooperatif dalam tindakan.
·         Perkenalkan keluarga kepada keluarga lain di mana anak mereka mempunyai diagnosa sama dan terapi yang sama.
R/ antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain bisa saling tukar menukar informasi tentang penyakit yang diderita anaknya.
·         Perkuat secara verbal rencana setiap hari.
R/ keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan.
·         Berikan tulisan dan verbal tentang instruksi tindakan yang dilakukan di rumah.
R/ melanjutkan intervensi.
2.5  Implementasi
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal, pelaksanaan adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap perencanaan.
2.6  Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap dimana tahap proses keperawatan menyangkut pengumpulan data obyektif dan subjektif yang dapat menunjukkan masalah apa yang terselesaikan, apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah baru.


DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi I, Jilid III. Jakarta : Media Aesculapius.

HEMOFILIA

HEMOFILIA

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI
Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius, berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, dan XI. Biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki, terpaut kromoson X dan bersifat resesif.

 Hemofilia A
Merupakan hemofilia klasik dan terjadi karena defisiensi faktor VIII. Sekitar 80% kasus hemofilia adalah hemofilia A.
 Hemofilia B
Terjadi karena defesiensi faktor IX. Faktor IX diproduksi hati dan merupakan salah satu faktor pembekuan dependen vitamin K. Hemofilia B merupakan 12-15% kasus hemofilia.


2. ETIOLOGI
Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX), dikelompokkan sebagai hemofilia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg, 2000). Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah carier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang carier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu carier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993).


3. MANIFESTASI KLINIK
Penyakit ini, yang bisa sangat berat, ditandai dengan memar besar dan meluas dan pendarahan ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil. Pasien sering merasakan nyeri pada sendi sebelum tampak adanya pembengkakan dan keterbatasan gerak. Pendarahan sendi berulang dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi) sendi. Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum mereka dewasa. Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi. Penyakit ini sudah diketahui saat awal masa anak-anak, biasanya saat usia sekolah.

Sebelum tersedia konsentrat faktor VIII, kebanyakan pasien meninggal akibat komplikasi hemofilia sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ada juga penderita hemofilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai sekitar 5% dan 25% kadar faktor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak mengalami nyeri dan kecacatan pada otot maupun pendarahan sendi, namun mengalami perdarahan ketika cabut gigi atau operasi. Namun demikian, perdarahan tersebut dapat berakibat fatal apabila penyebabnya tidak diketahui dengan segera.

4. KOMPLIKASI
Komplikasi hemofilia meliputi perdarahan dengan menurunnya perfusi, kekakuan sendi akibat perdarahan, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal. Pada tahun-tahun terakhir, ditemukan bahwa pasien dengan hemofilia mempunyai resiko tinggi menderita AIDS akibat transfusi darah dan komponen darah yang pernah diterima. Semua darah yang didonorkan sekarang diperiksa terhadap adanya antibodi virus AIDS. Konsentrat faktor komersial biasanya sudah dipanaskan sehingga kemungkinan penularan penyakit infeksi melalui darah dapat diturunkan.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan waktu perdarahan yang normal, tetapi PTT memanjang. Terjadi penurunan pengukuran faktor VIII.
 Dapat dilakukan pemeriksaan pranatal untuk gen yang bersangkutan.

6. PENATALAKSANAAN
Dimasa lalu, satu-satunya penanganan untuk hemofilia adalah plasma segar beku, yang harus diberikan dalam jumlah besar sehingga pasien akan mengalami kelebihan cairan. Sekarang sudah tersedia konsentrat faktor VIII dan IX disemua bandara. Konsentrat diberikan apabila pasien mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi atau pembedahan. Pasien dan keluarganya harus diajar cara memberikan konsentrat di rumah setiap kali ada tanda perdarahan.

Beberapa pasien membentuk antibodi terhadap konsentrat, sehingga kadar faktor tersebut tidak dapat dinaikkan. Penanganan masalah ini sangat sulit dan kadang tidak berhasil. Asam aminokaproat adalah penghambatan enzim fibrinolitik. Obat ini dapat memperlambat kelarutan bekuan darah yang sedang terbentuk, dan dapat digunakan setelah pembedahan mulut pasien dengan hemofilia.

Dalam rangka asuhan umum pasien dengan hemofilia tidak boleh diberi aspirin atau suntikan secara IM. Kebersihan mulut sangat penting sebagai upaya pencegahan, karena pencabutan gigi akan sangat membahayakan. Bidai dan alat ortopedi lainnya sangat berguna bagi pasien yang mengalami perdarahan otot atau sendi.


B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
 Perdarahan internal (abdominal, dada, atau nyeri pinggang, darah dalam urin, usus/muntahan), hematom otot, dan perdarahan dalam rongga sendi.
 Tanda vital dan hasil pengukuran tekanan hemodinamika harus dipantau untuk melihat adanya tanda hipovolemia.
 Semua ekstremitas dan tubuh diperiksa dengan teliti kalau ada tanda hematom.
 Sendi dikaji akan adanya pembengkakan, keterbatasan gerak dan nyeri.
 Pengukuran kebebasan gerak sendi dilakukan dengan perlahan dan teliti untuk menghindari kerusakan lebih lanjut. Apabila terjadi nyeri harus segera dihentikan.
 Pasien ditanya mengenai adanya keterbatasan aktivitas dan gerakan yang dialami sebelumnya dan setiap alat bantu yang dipakai seperti bidai, tongkat, atau kruk.
 Apabila pasien baru saja menjalani pembedahan, tempat luka operasi harus sering diperiksa dengan teliti akan adanya perdarahan.
 Perlu dilakukan pemantauan tanda vital sampai dapat dipastikan bahwa tidak ada perdarahan pascaoperatif yang berlebihan.
 Pasien dengan hemofilia harus ditanya mengenai bagaimana mereka dan keluarganya menghadapi kondisinya.
 Upaya yang biasanya dipakai untuk mencegah episode perdarahan.
 Keterbatasan yang diakibatkan oleh kondisi ini terhadap gaya hidup dan aktivitas sehari-hari.
 Pasien yang sering dirawat di rumah sakit karena episode perdarahan akibat cedera harus ditanya secara teliti mengenai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya episode tersebut.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d perdarahan sendi dan kekakuan yang ditimbulkannya.
2. Gangguan pemeliharaan kesehatan b/d kurang informasi tentang penyakitnya.
3. Koping tidak efektif b/d kondisi kronis dan pengaruhnya terhadap gaya hidup.

Masalah kolaborasi/komplikasi potensial
Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial dapat mencakup:
 Perdarahan

III. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
Tujuan
Tujuan utama mencakup mengurangi nyeri, kepatuhan terhadap upaya pencegahan perdarahan, mampu menghadapi kronisitas dan perubahan gaya hidup, dan tidak adanya komplikasi.

Intervensi Keperawatan
Menghilangkan nyeri. Secara umum, diperlukan analgetik untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan hematoma otot yang besar dan perdarahan sendi. Analgetika oral non opioid dapat diberikan, karena nyeri dapat berlangsung lama, dan ketergantungan terhadap narkotika dapat menjadi masalah baru pada nyeri kronis. Kadang perlu juga diberikan analgetik sebelum melakukan aktivitas yang diketahui menimbulkan nyeri. Hal ini tidak hanya membantu pasien menjalankan aktivitasnya, tetapi juga cenderung dapat menurunkan jumlah analgetika yang dibutuhkan.

Segala upaya harus dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan nyeri akibat aktivitas. Pasien didorong untuk bergerak perlahan dan mencegah stres pada sendi yang terkena. Banyak pasien yang merasakan bahwa berendam air hangat dapat membantu relaksasi, memperbaiki mobilitas, dan mengurangi nyeri. Tetapi, kompres panas harus dihindari selama episode perdarahan, karena dapat mengakibatkan perdarahan lebih lanjut.

Karena nyeri sendi membatasi gerak, maka pasien dengan nyeri yang sangat selama aktivitas dapat dibantu dengan alat bantu. Bidai, tongkat, atau kruk sangat berguna untuk memindahkan beban tubuh pada sendi yang sangat nyeri. Bidai harus terpasang dengan tepat untuk menghindari tekanan pada permukaan tubuh, yang dapat mengakibatkan cedera jaringan dan perdarahan.

Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi. Pasien dikaji sesering mungkin mengenai adanya tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan seperti yang ditandai dengan adanya hipoksia pada organ vital, gelisah, cemas, pucat, kulit dingin lembab; nyeri dada dan penurunan curah urin. Hipotensi dan takikardi dapat terjadi akibat kekurangan volume. Tekanan darah, denyut nadi, respirasi, tekanan vena sentral dan tekan arteri pulmoner harus dipantau, begitu juga hemoglobin dan hematokrit, waktu perdarahan dan pembekuan, serta angka trombosit.

Pasien diamati sesering mungkin mengenai adanya perdarahan dari kulit, membran mukosa, dan luka serta adanya perdarahan internal. Selama terjadinya episode perdarahan, pasien dijaga agar tetap istirahat dan diberikan tekanan lembut pada tempat perdarahan aksternal. Kompres dingin diberikan pada tempat perdarahan bila perlu.

Obat parenteral diberikan dengan jarum ukuran kecil untuk mengurangi trauma dan risiko perdarahan. Segala usaha harus diupayakan untuk melindungi pasien dari trauma. Lingkungan dijaga agar bebas dari rintangan yang dapat menyebabkan jatuh, pasien dipindah dan digeser dengan sangat hati-hati. Tepi tempat tidur harus dilapisi dengan bantalan yang lunak. Darah dan komponen darah diberikan sesuai kebutuhan, dan diusahakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.

Upaya pencegahan perdarahan. Pasien dan keluarganya diberi informasi mengenai risiko perdarahan dan usaha pengamanan yang perlu. Mereka dianjurkan untuk mengubah lingkungan rumah sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya trauma fisik. Rintangan yang dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Mencukur harus dilakukan dengan cukur listrik dan menggosok gigi dengan sikat yang lembut untuk menjaga kebersihan mulut. Mengeluarkan ingus dengan kuat, batuk dan mengejan saat BAB harus dihindari. Pencahar diberikan bila perlu. Aspirin atau obat yang mengandung aspirin harus dihindari.

Dianjurkan melakukan aktivitas fisik, tetapi dengan keamanan yang baik. Olahraga tanpa kontak seperti berenang, hiking, dan golf merupakan aktivitas yang dapat diterima, sementara olahraga dengan kontak harus dihindari. Latihan penguatan tungkai sangat perlu untuk rehabilitasi setelah hemartosis akut.

Perlunya kontrol yang teratur dan pemeriksaan laboratorium harus dijelaskan. Dengan pemahaman alasan perlunya evaluasi medis berkelanjutan, pasien akan mematuhi jadwal kontrol.

Menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup. Pasien dengan hemofilia sering memerlukan bantuan dalam menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan diturunkan ke generasi berikutnya. Sejak masa kanak-kanak, pasien dibantu untuk menerima dirinya sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka. Mereka harus didorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu kegiatan normal. Kemajuan dalam menerima kondisi tersebut, akan membuat mereka lebih bertanggung jawab untuk menjaga kesehatannya secara optimal. Meningkatnya presentase penderita hemofilia dengan HIV, maka pasien dan keluarganya harus belajar bagaimana mereka berhadapan dengan rasa marah yang dialami secara efektif sehubungan dengan penyakit yang mematikan tersebut. Peningkatan angka kematian pasien hemofilia yang menderita AIDS telah merubah peran perawat. Perawat harus mengetahui pengaruh stres tersebut secara profesional dan personal serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk pasien dan keluarganya.

Idealnya, semua pasien dengan hemofilia dapat bekerja sama dengan pelayanan kesehatan, mematuhi perjanjian kontrol kesehatan dan kesehatan gigi, dan berusaha hidup sehat serta produktif. Banyak pasien yang memperoleh manfaat dari pusat layanan hemofilia dan kelompok pendukung. Lembaga tersebut memberikan layanan terpadu dan berkelanjutan serta kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain yang menghadapi situasi yang sama.

IV. EVALUASI
Hasil yang diharapkan:
1. Nyeri berkurang
a. Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan analgetik
b. Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi
c. Mempergunakan alat bantu (bila perlu) untuk mengurangi nyeri

2. Melakukan upaya mencegah perdarahan
a. Menghindari trauma fisik
b. Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan pengamanan
c. Mematuhi janji dengan profesional layanan kesehatan
d. Mematuhi janji menjalani pemeriksaan laboratorium
e. Menghindari olahraga kontak
f. Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin
g. Memakai gelang penanda

3. Mampu menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup
a. Mengidentifikasi aspek positif kehidupan
b. Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan mengenai masa depan dan perubahan gaya hidup yang harus dilakukan
c. Berusaha mandiri
d. Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan kesehatan

4. Tidak mengalami komplikasi
a. Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal
b. Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam batas normal
c. Tidak mengalami perdarahan aktif


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.